KapuasNews. Com Bengkayang, Kalbar – Sebuah insiden kekerasan terjadi di area perkebunan sawit di wilayah Sungai Duri, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang. Peristiwa ini bermula dari teguran yang disampaikan Mawardi, seorang warga setempat, terkait pembakaran pelepah dahan sawit dan rumput kering di lahan perkebunan milik Megawati, yang letaknya dekat dengan fasilitas umum, seperti puskesmas di daerah tersebut.
Menurut keterangan dari Hendi, anggota keluarga korban, teguran tersebut memicu kemarahan pada empat pria yang diduga memiliki latar belakang premanisme. Mereka menyerang Mawardi dengan senjata tajam berupa parang, hingga mengakibatkan luka sabetan di bagian punggungnya. Penyerangan yang terjadi pada Sabtu, 9 November 2024, sekitar pukul 08.00 WIB, ini sempat direkam melalui aplikasi WhatsApp oleh seorang saksi yang menyaksikan aksi kekerasan tersebut.
"Tindakan premanisme seperti ini harus dihentikan. Kami mendesak penegak hukum untuk segera mengambil tindakan tegas, sesuai hukum yang berlaku," ujar Hendi, yang turut mendampingi Mawardi untuk melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. "Ini bukan hanya soal keselamatan Mawardi, tetapi juga ancaman nyata terhadap keluarga kami," tambahnya.
Aksi kekerasan tersebut juga disertai ancaman verbal oleh para pelaku, yang mengancam akan melukai anggota keluarga lainnya. "Perilaku semacam ini sangat tidak bisa ditoleransi, apalagi jika sampai ada pemufakatan untuk mencelakai keluarga kami," ujar Hendi dengan tegas. Ia juga meminta agar Presiden Prabowo dan jajaran kepolisian menindak tegas setiap bentuk premanisme, sesuai komitmen pemerintah dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.
Dari sudut pandang hukum, aksi pengancaman dan serangan dengan senjata tajam terhadap Mawardi dapat dikenakan beberapa pasal pidana. Berdasarkan KUHP, penggunaan senjata tajam dalam ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 335 ayat (1), yang mengatur tentang tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan dengan cara mengancam keselamatan orang lain. Di samping itu, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 mengatur larangan membawa senjata tajam di tempat umum tanpa izin, dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun.
Aksi pengeroyokan dan penganiayaan yang mengakibatkan luka fisik pada Mawardi juga masuk dalam ranah pidana berdasarkan beberapa pasal, di antaranya:
Pasal 351 KUHP: Mengenai penganiayaan yang mengakibatkan luka, dengan ancaman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan.
Pasal 466 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP: Memuat ketentuan pidana bagi penganiayaan yang mengakibatkan luka berat hingga ancaman pidana maksimal 5 tahun, sementara bagi penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, ancaman pidananya mencapai 7 tahun.
Keluarga korban berharap agar Kapolda Kalbar, Polres Bengkayang, dan semua pemangku kepentingan keamanan bertindak cepat dan tegas untuk menangani kasus ini. "Kami tidak ingin kejadian serupa terulang lagi. Harapan kami adalah agar hukum benar-benar ditegakkan, tidak ada lagi ruang bagi pelaku kekerasan dan premanisme di masyarakat," cetus Hendi.
Insiden ini menambah daftar kasus kekerasan berbasis premanisme di wilayah perkebunan di Kalimantan Barat. Dalam situasi seperti ini, Hendi meminta agar pihak berwenang terus memberikan perlindungan dan rasa aman bagi warga, terutama mereka yang berada di wilayah rawan konflik lahan dan keamanan pribadi.
Dengan adanya laporan polisi dan bukti visum yang kini telah diproses, diharapkan kasus ini dapat segera ditindaklanjuti untuk memberikan rasa aman bagi korban dan keluarganya serta menjadi langkah tegas dalam memutus rantai premanisme di masyarakat.
Sumber : Hendi lotan
Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar